Senin, 21 Desember 2009

Eropa Makin Keras Terhadap Israel





LaXzmaNA.Blogspotcom - Eropa, khususnya Inggris, yang selama ini memiliki citra buruk di dunia Arab karena dianggap berandil besar bagi berdirinya negara Israel pada tahun 1948, rupanya tidak selamanya sinkron menyangkut hubungannya dengan Israel.

Invasi Israel ke Jalur Gaza selama 22 hari (27 Desember 2008-18 Januari 2009) menjadi titik balik hubungan Eropa-Israel ke arah lebih buruk. Berita buruk tentang Israel dalam beberapa bulan terakhir ini selalu datang dari Eropa. Tak pelak, Israel pun dibuat gerah.

Sebuah pengadilan di Inggris hari Senin (14/12) mengeluarkan surat penangkapan untuk mantan Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni dengan dakwaan kejahatan perang.

Livni menjabat menteri luar negeri saat invasi Israel ke Jalur Gaza yang menyebabkan sekitar 1.400 warga Palestina tewas, yang sebagian besar adalah warga sipil, dan sekitar 5.000 orang luka-luka. Livni kini menjadi Ketua Partai Kadima yang beroposisi di Israel.

Surat penangkapan itu memang kemudian dicabut setelah pengadilan menyadari bahwa Livni, yang semula dijadwalkan berpidato dalam satu pertemuan di London akhir pekan lalu, tidak berada di Inggris.

Meski surat penangkapan tersebut dicabut, kasus Livni itu merupakan sebuah sinyal bahwa para pejabat Israel yang bertanggung jawab atas invasi ke Jalur Gaza tersebut tidak aman di Eropa.

Pada September lalu beberapa kelompok pro-Palestina juga membujuk sebuah pengadilan di London agar mengeluarkan surat penangkapan bagi Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak yang juga mereka tuduh melakukan kejahatan perang. Namun, upaya kelompok pro-Palestina itu mengalami kegagalan.

Pengadilan tersebut berdalih, Barak yang menghadiri konferensi tahunan Partai Buruh dan bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown memiliki kekebalan diplomatik.

Peristiwa penting lagi yang membuat gusar Israel adalah hasil sidang Uni Eropa tingkat menteri luar negeri pada 7 Desember lalu di Brussels, Belgia. Sidang tersebut menegaskan bahwa Jerusalem adalah ibu kota bersama dua negara, Israel dan Palestina, kelak.

Sikap Uni Eropa tentang Jerusalem itu mulai diketahui sejak bulan Maret. Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad saat itu mengungkapkan adanya kertas kerja Uni Eropa tentang konflik Israel-Palestina menyangkut permukiman Yahudi dan status kota Jerusalem.

Dalam kertas kerja itu termaktub usulan Swedia yang kini menjabat ketua bergilir Uni Eropa agar ditegaskan bahwa Jerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina kelak.

Namun, Israel marah besar setelah mengetahui sikap Uni Eropa yang digalang Swedia tentang status kota Jerusalem Timur itu. Israel melakukan lobi luar biasa membujuk Uni Eropa agar mengubah sikapnya. Akhirnya Uni Eropa bersedia mengambil jalan tengah dengan menegaskan kota Jerusalem sebagai ibu kota dua negara, Israel dan Palestina.

Selain itu, berita buruk lain tentang Israel dari Eropa adalah Otoritas Palestina memuji keputusan Kementerian Lingkungan Hidup Inggris terakhir ini yang melarang komoditas produk wilayah permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur diekspor ke Inggris.

Pemerintah Inggris menganggap komoditas produk permukiman Yahudi adalah ilegal karena diproduksi di wilayah yang ilegal.

Menurut Fayyad, sikap Inggris itu bertitik tolak dari sikap masyarakat internasional yang semakin kuat menolak pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan kota Jerusalem Timur.

Ia menyerukan agar masyarakat internasional mengikuti jejak langkah Inggris untuk memboikot barang-barang produk wilayah permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur karena permukiman itu ilegal dan produknya juga ilegal.

Peristiwa terkenal

Peristiwa terkenal lainnya adalah hasil sidang khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada pertengahan Oktober lalu di Geneva, Swiss, yang menyetujui laporan tim pimpinan jaksa internasional asal Afrika Selatan, Richard Goldstone, yang menuduh Israel melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza. Lolosnya laporan Goldstone itu berkat dukungan sejumlah negara Eropa atas laporan tersebut.

Berita buruk lainnya dari Eropa adalah investigasi yang dilakukan wartawan lepas Swedia, Donald Bostrom, yang dipublikasikan salah satu koran terbesar di Swedia, Aftonbladet, pada pertengahan Agustus lalu.

Koran tersebut mengungkapkan adanya aksi pembunuhan oleh tentara Israel atas warga Palestina, kemudian menjual organ tubuh mayat warga Palestina tersebut. Organ tubuh mayat warga Palestina itu dijual seharga 100.000 dollar AS di pasar Israel dan dijual seharga 160.000 dollar AS di pasar AS.

Koran Swedia itu memperlihatkan mayat pemuda Palestina bernama Bilal Ghanem yang tampak ada jahitan di sebagian besar tubuhnya setelah tubuh itu disayat-sayat. Kasus tersebut sempat membuat buruk hubungan Swedia-Israel.

Menurut PM Fayyad, sikap positif Eropa itu membuka jalan bagi Uni Eropa untuk memainkan peran penting dan efektif dalam proses politik di Timur Tengah.

Uni Eropa dalam memainkan perannya, lanjut Fayyad, bisa bekerja sama dengan mitra internasional lain, seperti kuartet perdamaian (AS, Rusia, Uni Eropa, dan PBB), khususnya AS, untuk bisa mencapai tujuannya, yaitu mengakhiri pendudukan Israel atas tanah pada tahun 1967.

”Sikap Eropa itu bisa menjadi pintu pembuka jalan bagi masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab langsung mengakhiri pendudukan Israel atas tanah tahun 1967, termasuk Jerusalem Timur, serta rakyat Palestina bisa menentukan nasibnya sendiri dan mendirikan negara Palestina dengan ibu kota Jerusalem Timur,” kata Fayyad kepada harian Asharq Al Awsat. (MTH)




Sumber : Kompas Cetak

laxzmana

Rabu, 09 Desember 2009

Apa Artinya Hari Korupsi





Setiap tahun, 9 Desember merupakan hari penting bagi gerakan pemberantasan korupsi, karena inilah hari antikorupsi sedunia. Buat kita, tetap saja menarik untuk memikirkan ulang, apa yang sedang kita rayakan? Apa yang sudah diraih Indonesia dalam soal pemberantasan korupsi? Bahkan, pertanyaan paling mendasar, apakah kita sudah berada di jalur yang benar?



Pertama, dari sisi pencapaian, jawaban yang mungkin adalah indeks persepsi korupsi (IPK) yang dirilis Transparency International. Tahun ini, kita kembali mengalami peningkatan. Dari sekitar 2,2 di beberapa tahun lalu, sekarang sudah merangkak naik ke 2,8. Ada kenaikan memang, meski ketika diukur dengan skala tertinggi, yaitu 10, kita masih sangat jauh.



Lagipula, ada catatan tebal di balik kenaikan itu. Yaitu, cara pandang dan paradigma kita dalam mengerek naik IPK tersebut. Kita terlihat pragmatis karena melihat IPK yang banyak bertumpu pada sektor bisnis dan keuangan. Maka yang digedor perbaikannya hanya sektor tersebut. Konkretnya, Bea Cukai dan Imigrasi berupaya diperbaiki. Sentuhan minimalis ini berakhir cukup manis. Karena terkait langsung dengan sektor pebisnis yang banyak bersentuhan di wilayah tersebut, IPK terdongkrak naik.



Padahal, pada saat yang sama kita menyimpan bom waktu berupa terbengkalainya sektor lain, terkhusus pembenahan institusi kejaksaan dan kepolisian. Inilah penyumbang terbesar bom waktu yang terjadi di balik skandal bobrok kejaksaan dan aksi kepolisian “menyerang’ dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah.



Dengan mudah, para koruptor menggunakan lembaga-lembaga yang belum tersentuh sentuhan reformatif ini. Hasilnya adalah pemain-pemain seperti Anggodo Widjojo dengan mudah mengatur dua lembaga tersebut. Kita terlalu pragmatis karena hanya memperbaiki hal-hal yang berhubungan langsung dengan IPK, tanpa banyak memperhatikan hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengannya. Hasilnya, kita memanen banyak problem yang mengharuskan aksi tanggap darurat; berupa  pembenahan kepolisian dan kejaksaan.



Kedua, kita memang belum serius mengurus pemberantasan korupsi. Sering ada salah tanggap dan sesat pikir melihat pemberantasan korupsi. Lihat saja, karena ada sadap-menyadap, buru-buru pemerintah mengusulkan RPP Penyadapan. KPK berhasil melakukan banyak hal karena memiliki kewenangan penyadapan yang kuat dan baik. Dengan penyadapan inilah, KPK cukup banyak menangkap koruptor kakap. Pertanyaannya, kenapa kemudian KPK coba dijinakkan dengan sebuah RPP Penyadapan?



Kita ingat, tuduhan terhadap salah seorang pimpinan KPK dengan pelanggaran penyadapan terkesan sembrono. Sekadar catatan, KPK melakukan penyadapan hanya ketika terlihat adanya indikasi tindak pidana korupsi. Itu pun dilakukan secara berhati-hati dengan rentang waktu penyadapan yang dievaluasi secara berkala. Bahkan, model penyadapan oleh KPK telah tersertifikasi secara internasional oleh Electronic Telecommunication Standard Institutions, General Assembly #53, khususnya standard lawful interception di Uni Eropa. Ini lebih dari cukup untuk menyatakan bahwa penyadapan ala KPK cukup terjaga agar tidak melanggar HAM dan disalahgunakan pihak tertentu.



Karena itu, mengapa mesti takut dengan penyadapan?! Jika ketakutannya adalah lembaga-lembaga saling sadap, ini niscaya alasan yang dibuat-buat. Penyadapan tidak mungkin dilakukan jika tidak ada dugaan tindak pidana. Jika ada penyadapan yang dilakukan di luar konteks tersebut, tentunya itu termasuk penyadapan yang ilegal. Kepentingan apa di balik pemaksaan RPP Penyadapan itu?



Penyadapan dibutuhkan sebagai bagian dari penindakan. Jangan keliru melihat upaya penguatan penindakan. Kita membutuhkan bagian penindakan yang baik dan jangan dipertentangkan dengan pencegahan. Bahwa ada proses pencegahan yang belum berjalan baik, bukan berarti menghentikan proses penindakan dan kemudian lebih fokus pada pencegahan. Kita tidak sedang melakukan pencegahan semata atau penindakan an sich. Keduanya harus dilakukan dan diperkuat; penindakan ditujukan untuk koruptor aktual dan pencegahan diarahkan kepada koruptor potensial.